Minggu, 08 Desember 2013

hukum Amalan orang hidup yang bermanfaat bagi si mayit


  • Amalan orang hidup yang bermanfaat bagi si mayit

Mari kita telaah lagi amalan orang hidup yang bermanfaat bagi si mayit. Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas ra berkata:

Saya telah mendengar Rasulallah saw. bersabda: ‘Tiada seorang muslim wafat, maka berdiri menyembahyangkannya empat puluh (40) orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, melainkan dapat dipasti- kan Allah menerima syafa’at dan permintaan ampun mereka itu’. (HR. Muslim)
Hadits dari Martsad bin Abdullah Alyazani berkata:"Adalah Malik bin Hubairoh jika menyembahyangkan jenazah dan melihat orang-orangnya hanya sedikit, maka dibagi mereka tiga (3) baris, kemudian ia berkata: Rasulallah saw. bersabda: ‘Siapa yang disembahyangkan oleh tiga barisan, maka telah dapat dipastikan’ ”. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi).

Maksud kata-kata dapat dipastikan dalam hadits itu ialah pasti diampunkan mayitnya dan Allah akan menerima syafa’at dan permohonan mereka.
Hadits dari Abu Hurairah berkata: “Ada seorang tukang sapu masjid, pada beberapa hari tidak terlihat oleh Rasulallah saw. sehingga beliau bertanya tentang orang itu. Dijawab; Ia telah wafat. Nabi bersabda: Mengapakah kamu tidak memberitahu padaku? Tunjukkan padaku kuburannya. Maka orang-orang menunjukkan kepada Nabi saw. kuburan tukang sapu itu, dan disitu Nabi sholat mayat (jenazah). Kemudian setelah sholat bersabda: Sesungguhnya kubur-kubur ini tadi penuh kegelapan, dan Allah telah menerangi padanya dengan sholatku pada mereka”. (HR.Bukhori, Muslim)
Hadits-hadits di atas ini menunjukkan juga bahwa seorang yang telah wafat masih dapat tertolong oleh bantuan amalan orang yang masih hidup, dan yang demikian ini terserah pada Allah, karena rahmat Allah dan kurnia-Nya tidak terbatas. Juga hadits terakhir di atas menunjukkan dibolehkannya orang yang ketinggalan sholat jenazah untuk bersholat didepan kuburannya. Ini berlaku untuk semua muslimin karena dihadits itu tidak disebutkan sholat jenazah ditempat kuburan tersebut hanya khusus berlaku untuk Nabi saw. Beliau saw. adalah contoh bagi ummatnya, bila itu dilarang atau khusus untuk beliau saja, maka beliau saw. pasti akan memberitahunya! Semuanya ini menunjukkan bahwa do’a itu manfaatnya sangat banyak baik untuk orang yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Allah swt. sendiri telah menjanjikan siapa yang berdo’a kepada-Nya pasti akan dikabulkannya dan Dia telah berfirman bahwa ada manusia yang berdo’a baik untuk dirinya maupun untuk lainnya: “Dan Tuhanmu berfirman; ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagimu’ ”. (Al- Mu’min:60).
Firman-Nya: “Dan seandainya hamba-hambaKu bertanya padamu (Muhammad) mengenai Aku, maka sesungguhnya Aku ini Maha dekat. Aku akan mengabulkan permohonan dari orang yang berdo’a, jika ia berdo’a pada-Ku”. (Al-Baqoroh: 186)
Juga firman Allah swt.: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo’a; Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami ”. (Al-Hasyr:10).
Ibnu Hajr dalam kitabnya Khatimatul Fatwa mengatakan bahwa manfaat terbesar yang dapat diperoleh dengan do’a ialah orang yang berdo’a tidak akan dikecewakan sama sekali. Bila takdirnya bergantung pada do’a, maka ia akan melihat manfaat do’anya, namun bila takdirnya itu tidak bergantung pada do’a maka manfaat do’a adalah ganjaran pahala, karena do’a termasuk ibadah.
Hadits dari Salman Farisi bahwa Rasulallah saw. bersabda; ‘Tidak dapat menolak gadha/takdir (Allah swt.) kecuali do’a’, dan tidak bisa menambah umur kecuali kebaikan!" (HR.At-Tirmidzi).
Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Bazzar dan Thabrani juga oleh Hakim yang menyatakan isnadnya sah dari Aisyah ra. bahwa Rasulallah saw. bersabda: “Tidak mempan (tidak bisa menolak) sikap berhati-hati terhadap takdir, sedang do’a itu akan memberi manfaat, baik terhadap hal-hal yang telah terjadi maupun yang belum terjadi. Dan sungguh, malapetaka itu turun, lalu disambut oleh do’a, maka bergulatlah keduanya sampai hari kiamat". Maksud hadits itu ialah Allah swt. bisa merubah takdir mala-petaka yang akan dikenakan pada hamba-Nya dikarenakan do'a hamba itu kepada-Nya.
Masih banyak lagi ayat Ilahi dan hadits Rasulallah saw. mengenai do’a ini yang tidak bisa kami kemukakan satu persatu disini. Kita dibolehkan berdo’a apa saja kepada Allah swt. yang penting dalam kebaikan, tetapi bacaan atau kalimat do’a yang terbaik ialah yang diajarkan oleh Rasulallah saw. termasuk disini ialah bacaan/kalimat do’a pada waktu sholat jenazah atau waktu ziarah kubur. Sudah tentu dalam sholat jenazah atau ziarah kubur kita dibolehkan membaca do’a selain yang diajarkan oleh Rasulallah saw. yang terpenting semua ini terfokus (tertuju) untuk mohon pengampunan bagi si mayat. (info: berdo’a pada waktu sholat banyak ahli fiqih mengatakan harus berbahasa Arab, bila tidak, bisa membatalkan sholatnya).
Ini semua sunnah Rasulallah saw. serta menunjukkan bahwa si mayit itu masih bisa menerima syafa’at dari amalan orang lain yang masih hidup. Dengan demikian isi dan inti do’a dalam sholat jenazah dan ziarah kubur ialah mohon ampunan untuk si mayit, ampunan ini adalah salah satu syafa’at dan manfaat yang besar serta selalu diharapkan oleh setiap muslimin.
Ingat sekali lagi, jangan melihat cara atau bagaimana orang melakukan suatu amalan, tapi lihatlah apakah amalan tersebut melanggar yang telah digariskan oleh syari’at Islam atau tidak?
Begitu juga halnya dalam majlis tahlilan/yasinan (baca keterangan selanjut- nya) tujuan utama setelah membaca ayat-ayat Al-Qur’an, tasbih, tahmid, sholawat pada Nabi saw. dan sebagainya adalah membaca do’a pada Allah swt. khusus untuk si mayyit. Semua bacaan dzikir yang dibaca dalam majlis ini sudah pasti akan mendapat pahala, banyak hadits yang meriwayatkan- nya.

Kalau ada ulama yang mengatakan bahwa membaca hal-hal tersebut berdosa, haram dan tidak mendapat pahala, ini hanya fitnahan-fitnahan ulama dari kalangan orang yang tidak senang menghadiri majlis dzikir tersebut, serta omongan mereka ini tidak berdasarkan dalil. Ingat sekali lagi bahwa membaca dzikir dan do’a ini tidak diperlukan waktu, tempat dan cara-cara tertentu yang disyariatkan, jadi bebas setiap waktu hanya pembacaan Al-Qur’an-nya saja menurut para ulama ahli fiqih yang mempunyai syarat-syarat tertentu, umpamanya wanita yang sedang haidh atau orang yang sedang junub (suami istri belum bersuci setelah berkumpul) itu dilarang membaca ayat-ayat Al Qur’an.
Beliau saw. juga menganjurkan kita untuk ziarah kubur dan mengajarkan kalimat-kalimat salam dan do’a untuk ahli kubur tersebut. Disini tidak ada bedanya orang yang baru wafat atau sudah lama wafat semuanya adalah mayit. Karena mayyit itu bisa mendengar salam dan bacaan kita tersebut sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Rasulallah saw.. Pendengaran mereka itu lebih tajam dari pendengaran kita yang masih hidup ini. Begitu juga tidak ada larangan dalam syari'at untuk membacakan Al-Qur’an, dan berdo’a untuk mayat, waktu selesai di kubur, waktu ziarah kubur dan setiap waktu baik habis sholat maupun pada waktu lainnya.


  • Kehidupan ruh-ruh manusia yang telah wafat

Mari kita rujuk ayat-ayat ilahi dan hadits-hadits Rasulallah saw. mengenai ruh-ruh orang yang telah wafat.

 Firman Allah swt.: “Janganlah kalian berkata; bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup (dialam lain), tetapi kalian tidak menyadarinya”.(Al-Baqarah: 154)
 Dan firman-Nya: “Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati. Bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dan mereka memperoleh rizki (kenikmatan besar)” (Ali Imran: 169)
 Firman-Nya juga: “Mereka bertanya kepadamu (hai Muhammad) tentang ruh. Jawablah: ‘Itu termasuk urusan Tuhanku’, dan tidaklah kamu diberi ilmu (pengetahuan) melainkan sedikit” (Al Israa: 85)
Dua firman Allah di atas disamping menyebutkan orang-orang yang gugur di jalan Allah itu tidak mati tetap hidup (ruhnya) mendapat kenikmatan, juga dalam ayat-ayat itu tidak menyebutkan pembatasan yakni hanya ruh-ruh orang-orang yang gugur dalam peperangan saja yang masih hidup. Dengan demikian baik wafatnya itu waktu dalam peperangan sabil maupun wafat di atas tempat tidur, ruh-ruh (jadi bukan jasadnya) ini semuanya masih hidup di alam barzakh, makna yang demikian ini sejalan dengan hadits-hadits Rasulallah saw. tentang ruh manusia yang telah wafat (baca keterangan selanjutnya).
Malah ada riwayat waktu sahabat selesai dari perang besar, mereka gembira tetapi Rasulallah saw. bersabda: Kita sekarang selesai perang yang kecil dan menghadapi perang yang lebih besar. Sahabat bertanya; Perang apakah itu Ya Rasulallah, beliau saw. menjawab; Memerangi hawa nafsu!
 Firman Allah swt.: “Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS 4:41)
 Firman-Nya juga; “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat pertengahan (yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu“ (QS 2:143)

Para Muthawwi’ sekitar makam Rasulallah saw. di Madinah selalu berteriak-teriak kepada para penziarah dengan ucapan, ‘Wahai haji, Rasul telah mati, berikan salam dan segera pergilah’ dan jika ada yang sedikit berlama-lama dalam berziarah lantas diteriaki, ‘Wahai haji, syirik…!!’. Bagi si pembaca bisa menyaksikan sendiri bila nantinya berziarah ke makam Rasulallah saw.. Apa maksud kata-kata itu?.Apakah mereka ini tidak memahami ayat-ayat ilahi di atas? Kalau golongan Wahabi mengatakan Rasulallah sudah wafat, bagaimana beliau saw. akan menjadi saksi bagi ummatnya setelah wafatnya beliau saw.? Tidak mungkin pula Nabi saw. dipanggil sebagai seorang saksi atas apa yang tidak beliau ketahui atau tidak beliau lihat!!
 Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya jilid III halaman 3 dari Abu ‘Amir, Abu ‘Amir menerimanya dari ‘Abdulmalik bin Hasan Al-Haritsiy, ‘Abdulmalik menerimanya dari Sa’id bin ‘Amr bin Sulaim, yang menuturkan sebagai berikut: "Saya mendengar dari seorang diantara kita, namanya aku lupa, tetapi (menurut ingatanku) ia bernama Mu’awiyah atau Ibnu Mu’awiyah. Ia menyampaikan hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. yang mengatakan, bahwasanya Rasulallah saw. pernah menyatakan; ‘Seorang mayyit mengetahui siapa yang mengangkatnya, siapa yang memandikannya dan siapa yang menurunkannya ke liang kubur’. Ketika dalam suatu majlis Ibnu ‘Umar mendengar hadits tersebut ia bertanya; ‘Dari siapa anda mendengar hadits itu’? Orang yang ditanya menjawab; ‘Dari Abu Sa’id Al-Khudri’. Ibnu ‘Umar pergi untuk menemui Abu Sa’id, kepadanya ia bertanya; ‘Hai Abu Sa’id, dari siapakah anda mendengar hadits itu?’ Abu Sa’id menjawab; ‘Dari Rasulallah saw.’ ".
 Ibnul Qayyim didalam kitabnya Ar-Ruh menyatakan, bahwa ruh Abubakar Ash-Shiddiq ra. tampak (setelah ia wafat) didalam suatu peperangan ber- tempur bersama-sama pasukan muslimin melawan kaum musyrikin.
 Ibnul-Wadhih pun dalam Tarikh-nya mengemukakan kesaksian seorang yang melihat Rasulallah saw. (beliau saw. telah lama wafat) membawa sebuah tombak pendek ikut berperang melawan musuh-musuh Ahlul-Bait beliau di Karbala, medan perang tempat Al-Husain ra. gugur sebagai pahlawan syahid.
 Dalam hadits-hadits Nabi saw. menerangkan bahwa ruh-ruh orang yang wafat itu hidup dialam barzakh, bisa mendengar terompah-terompah kaki orang yang mengantarkan kekuburnya (HR Bukhori, Muslim dan lain-lain), bisa mendo’akan kerabatnya dan sebagainya (HR Ahmad dan Turmudzi dari Anas). Begitu juga Imam Bukhori dan Muslim mengemukakan kisah perjalan- an Isra-Mi’raj Nabi saw.. Setiap beliau saw. bertemu para Nabi dan Rasul terdahulu, semua mendo’akan kebajikan bagi beliau saw.. Dengan demikian disini menunjukkan bahwa arwah orang yang telah wafat di alam baqa bisa berdo’a.
 Rasulallah saw. juga bersabda bahwa arwah kaum mu’minin bisa terbang kemana saja yang mereka kehendaki (dari Salman Al-Farisy yang ditulis oleh Ibnul Qayyim ‘Mengenai soal ruh’ halaman 144, serta ada sabda Rasulallah saw. yang serupa juga diriwayatkan oleh Imam Malik ra). Begitu juga mengenai adzab/siksa didalam kubur dan lain sebagainya.
Agama Islam mewajibkan mempercayai adanya alam ruh walaupun semua- nya ini belum terjangkau dengan akal manusia. Semuanya ini telah dijelas- kan baik dalam ayat ilahi maupun sunnah Rasulallah saw.. Hadits-hadits di atas ini (bisa melihat siapa yang memandikannya, yang mengantarkan keliang kubur, bisa terbang kealam mana saja yang dia dikehendaki dan lain sebagainya) juga menunjukkan dan memperkuat kenyataan adanya kehidupan dialam ghaib (barzakh).
Didalam perang Badr pun banyak sahabat Nabi saw. melihat sejumlah Malaikat turun dari langit, berpakaian jubah dan serban berwarna kuning dan membawa pedang ditangan ikut berperang dipihak pasukan muslimin. Riwayat ini juga menunjukkan bahwa ada manusia-manusia yang bisa melihat Malaikat, yaitu orang-orang yang diberi ilmu dan dikarunia kemuliaan khusus (karamah/keramat) diantara para waliyullah.
 Hadits dari Anas bin Malik sebagai berikut:“Bahwa Rasulallah saw. membiarkan mayyit orang kafir yang terbunuh dalam peperangan Badar selama tiga hari. Kemudian beliau saw mendatangi mereka lalu berdiri sambil menyeru mereka: ‘ Hai Abu Jahal bin Hisyam, Hai Umayyah bin Khalaf, Hai Utbah bin Rabi’ah, Hai Syaibah bin Rabi’ah! Bukankah kamu telah mendapatkan janji Tuhanku sebagai sesuatu yang benar (yakni kalah dan terbunuh). Sesungguhnya aku telah mendapatkan janji Tuhanku sebagai sesuatu yang benar (yakni memperoleh kemenangan)’ Umar bin Khattab ra mendengar ucapan Nabi saw. bertanya: ‘ Wahai Rasulallah, bagaimana mereka bisa mendengar dan bagaimana pula mereka bisa menjawab sedangkan mereka telah menjadi bangkai? Maka Rasulallah saw. bersabda: ‘Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya, tidaklah kamu memiliki kemampuan mendengar yang melebihi mereka terhadap apa yang aku ucapkan, akan tetapi mereka tidak mampu menjawab’ “. (HR.Bukhori, Muslim).
Lihat hadits terakhir di atas ini yang mana Rasulallah saw. telah tegas menjawab pertanyaan Umar bin Khattab ra bahwa mayyit itu bisa mendengar perkataan Nabi saw. malah pendengaran mereka itu lebih tajam dari para sahabat yang hadir. Hadits ini menunjukkan kebolehan kita untuk memanggil orang yang telah wafat dengan kata-kata Ya Fulan (Hai anu) atau memanggil Ya Rasulalllah dan sebagainya. Begitu juga apa salahnya kalau kita sering memanggil junjungan kita Muhammad saw. dengan kata-kata Ya Rasulallah…? (silahkan baca bab tawassul dan tabarruk dalam website ini)

Ada golongan yang senang memutar balik makna hadits dari Anas bin Malik tersebut dengan mengatakan hal ini karena Rasulallah saw. yang berkata kepada si mayyit bila selain beliau saw. maka mayyit tersebut tidak akan bisa mendengar. Pikiran mereka semacam ini sudah tentu salah karena yang pertama dalam hadits itu Rasulallah saw. tidak mengatakan khusus untuk beliau mayyit tersebut bisa mendengar ucapannya, sedangkan selain beliau mayyit itu tidak bisa mendengar. Bila demikian Rasulallah saw akan menjawab terhadap Umar ra ‘mereka itu mendengar karena aku yang berbicara padanya dan selain aku maka mereka tidak bisa mendengarnya’ tapi jawaban beliau saw. adalah: ‘tidaklah kamu memiliki kemampuan men- dengar yang melebihi mereka terhadap apa yang aku ucapkan’..
Yang kedua; banyak hadits lain mengatakan bahwa orang yang sudah di- kuburkan itu dikembalikan ruhnya kedalam tubuhnya dan dia bisa mendengar terompah para pengantar jenazahnya, bisa merasakan hidup bahagia atau sengsara (adzab kubur) di-alam barzakh, dan lain sebagainya. Dalam hadits lain Rasulallah saw. menyuruh kita menziarahi kubur dan memberi salam kepada mereka. Tidak lain yang menjadikan semua mayyit bisa mendengar dan sebagainya ini adalah Allah swt. dan tidak ada seorang pun yang meragukan bahwa Allah swt. mampu melakukan yang demikian ini.
Telitilah hadits-hadits Rasulallah baik yang telah kami kemukakan maupun pada halaman berikut ini yang mana beliau saw. bisa menjawab semua salam yang disampaikan kepadanya. Beliau saw. juga bisa berdo'a kepada Allah swt. untuk kaum muslimin yang masih hidup dan lain sebagainya, walaupun beliau saw. sudah wafat. Begitupun juga ruh kaum mukminin lain- nya.
 Hadits dari Abu Ya’la dalam mengemukakan persoalan Nabi ‘Isa as. dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulallah saw. bersabda: “Jika orang berdiri di atas kuburku lalu memanggil ‘Ya Muhammad Rasulallah’ pasti kujawab”. Hadits ini dikemukakan juga oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Al-Mathalibil-Aliyah jilid 4/23 pada bab: ‘Kehidupan Rasulallah saw. didalam kuburnya’.
 Anas bin Malik ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulallah saw. pernah menerangkan: “Para Nabi hidup didalam kubur mereka dan mereka bersembahyang”. Hadits ini diketengahkan oleh Abu Ya’la dan Al-Bazaar di dalam kitab Majma’uz- Zawaid jilid 8/211. Imam Al-Baihaqi juga menge- tengahkan juga dalam bagian khusus dari risalahnya.
 Anas bin Malik ra. juga mengatakan, bahwa Rasulallah saw. pernah memberitahu para sahabatnya bahwa: “Para Nabi tidak dibiarkan didalam kubur mereka setelah empat puluh hari, tetapi mereka bersembah-sujud dihadapan Allah swt.hingga saat sangkala ditiup (pada hari kiamat)”.
 Al-Baihaqi menanggapi hadits ini dengan tegas mengatakan: ‘Tentang ke- hidupan para Nabi setelah mereka wafat banyak diberitakan oleh hadits-hadits shohih’. Setelah itu ia menunjuk kepada sebuah hadits shohih yang meriwayatkan bahwa Rasulallah saw. bersabda:“Aku melewati Musa (dalam waktu Isra’) sedang berdiri sembahyang didalam kuburnya”.
 Sebagaimana telah diketahui oleh kaum muslimin, bahwa dalam perjalan- an Isra’ Rasulallah saw. melihat Nabi Musa as. sedang berdiri sholat, Nabi ‘Isa as. juga sedang berdiri sholat. Bahkan Rasulallah saw. mengatakan bahwa Nabi ‘Isa as mirip dengan ‘Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafy. Beliau saw. juga melihat Nabi Ibrahim as. sedang berdiri sholat dan Nabi ini mirip dengan beliau saw. Setiba saat sholat berjama’ah beliaulah yang meng- imami para Nabi dan Rasul sebelumnya. Usai sholat malaikat Jibril as berkata kepada beliau saw.: ‘Ya Rasulallah, lihatlah, itu malaikat Malik, pengawal neraka, ucapkanlah salam kepadanya’. Akan tetapi baru saja Rasulallah saw. menoleh ternyata malaikat Malik sudah mengucapkan salam lebih dahulu.
Riwayat tentang Isra’ ini dapat kita baca dalam Shohih Muslim yaitu riwayat yang berasal dari Anas bin Malik dan diketengahkan oleh ‘Abdurrazzaq di dalam Al-Mushannaf jilid 3/577.
 Dalam Dala’ilun-Nubuwwah Al-Baihaqi mengetengahkan sebuah hadits shohih dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulallah saw. mengatakan setelah Isra’: “Pada malam Isra’ aku melihat Musa dibukit pasir merah sedang berdiri sembahyang dalam kuburnya”. Hadits ini diketengahkan juga oleh Muslim dan Shohih-nya jilid 11/268.
Banyak hadits dari Rasulallah saw. waktu beliau saw. Isra’ dan Mi’raj telah melihat para Nabi dan Rasul; Musa as. ‘Isa as. Ibrahim as. Idris as., Yunus, Yusuf as. dan lain-lain. Ini juga membuktikan bahwa para Nabi dan Rasul hidup di alam barzakh dengan kemuliaan, keagungan dan keluhuran yang serba sempurna berkat karunia Allah swt. dan mereka tetap bersembah sujud kepada Allah swt. Begitu juga dalam riwayat Isra’ dan Mi’raj ini, setiap Rasulallah saw. bertemu para Rasul selalu berdo’a kepada Allah swt. kebaikan dan kebajikan untuk Rasulallah saw. Dengan demikian menunjuk kan bahwa orang yang telah wafat masih bisa juga berdo’a kepada Allah swt. untuk orang yang masih hidup.
 Sedangkan hadits-hadits Nabi saw. mengenai pertanyaan dan siksa kubur diantaranya: Diriwayatkan oleh Muslim dari Zaid bin Tsabit, diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Qatadah yang diterimanya dari Anas bin Malik, diriwayatkan oleh Bukhori, Muslim dan Ash Habus Sunan dari Barra’ bin ‘Azib, dan yang tercantum dalam Musnad Imam Ahmad, dan shohih Abu Hatim, diriwayatkan shohih Bukhori yang diterima dari Samurah bin Jundub, diriwayatkan oleh Thahawi dari Ibnu Mas’ud, diriwayatkan oleh Nasa’i dan Muslim yang diterima dari Anas, yang diriwayatkan oleh Nasa’I, Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar. (Kami sengaja mencantumkan perawi-perawi nya saja dan tidak mencantumkan hadits-haditsnya karena cukup panjang sehingga memerlukan halaman yang lebih banyak lagi. Bagi pembaca yang ingin mengetahui hadits mengenai ruh-ruh dialam barzakh dan adzab kubur, lebih mudahnya silahkan rujuk pada buku terjemahan bahasa Indonsia Fikih Sunnah oleh Sayyid Sabiq jilid 4 dari halaman 221).
Jadi jelas sekali banyak riwayat hadits mengenai ruh-ruh orang mukmin di alam barzakh, mereka bisa tetap mendapat pahala, bisa berdo’a, terbang kemana-mana menurut kehendaknya dan sebagainya. Semuanya ini adalah kekuasaan Ilahi yang kadang kala tidak terjangkau oleh pikiran manusia biasa, yang belum diberi ilmu oleh Allah swt. mengenai hal itu.
Nabi saw. juga mensunnahkan memohonkan ampun bagi mayat pada waktu sholat jenazah, ziarah kubur dan waktu lainnya atau berdo’a pada waktu selesai dimakamkan agar dikuatkan pendiriannya sebagaimana hadits yang diterima dari Usman bin Affan di riwayatkan oleh Abu Dawud dan oleh Hakim yang menyatakan sahnya, juga oleh Al Bazzar.
“Bila selesai menguburkan mayat, Nabi saw., berdiri di depannya dan bersabda: Mohonkanlah ampun bagi saudaramu, dan mintalah dikuatkan hatinya, karena sekarang ini ia sedang ditanya (oleh Malaikat Munkar dan Nakir)”.

  • Talqin
Dengan adanya ayat ilahi dan hadits-hadits dari Anas bin Malik mengenai mendengarnya gembong-gembong kafir yang telah wafat atas ucapan Rasulallah saw. dan hadits terakhir di atas dari Utsman bin Affan serta hadits-hadits lainnya tentang kehidupan ruh-ruh manusia yang telah wafat, banyak ulama pakar membolehkan bacaan Talqin (berarti mengajari dan memberi pemahaman/peringatan) dimuka kuburan mayyit yang baru selesai di makamkan yang akan berhadapan dengan malaikat Munkar dan Nakir untuk menanyainya. Sudah tentu semua orang itu tergantung dari amal sholehnya waktu dia masih hidup bukan hanya tergantung dari Talqin ini. Tapi ini bukan berarti si mayyit tidak bisa mengambil manfa’at dari amalan orang yang masih hidup (diantaranya Talqin ini), juga bukan berarti Allah swt. telah menutup manfa’at amalan orang yang masih hidup pada si mayyit ini. (baca keterangan amalan pahala yang manfaat bagi si mayyit pada buku ini). Rahmat, Kurnia dan Ampunan Ilahi sangat luas sekali, janganlah kita sendiri yang membatasinya!

Menurut istilah talqin ini memiliki dua pengertian yaitu; Mengajarkan kepada orang yang akan wafat kalimat tauhid yakini Laa ilaaha illallah yang kedua ialah: Mengingatkan orang yang sudah wafat yang baru saja dikuburkan beberapa hal yang penting baginya untuk menghadapi dua malaikat yang akan datang padanya.
Didalam kitab Fikih Sunnah (bahasa Indonesia) oleh Sayyid Sabiq bab Hukum menalkinkan mayyit jilid 4 halaman 168-169 cetakan pertama 1978, cetakan (angka terakhir) 2019181716151413 diterbitkan oleh PT Alma’arif, dihalaman buku ini ditulis:
Dianggap sunnah oleh Imam Syafi’i dan sebagian ulama lainnya menalkin- kan mayat yakni yang telah mukallaf, bukan anak kecil setelah ia (mayit) dikuburkan, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dari Rasyid bin Sa’ad dan Dhamrah bin Habib dan Hakim bin ‘Umeir (ketiga mereka ini adalah tabi’in yakni yang bertemu dengan para sahabat dan tidak menjumpai Nabi saw.) kata mereka: “Jika kubur mayat itu telah selesai diratakan dan orang-orang telah berpaling mereka menganggap sunnah mengajarkan kepada mayat dikuburnya itu sebagai berikut: ‘ Hai Anu (nama si mayit disebutkan), ucapkanlah Laa ilaaha illallah asyhadu an laa ilaaha illallah’, sebanyak tiga kali! Hai Anu, katakanlah; ‘Tuhanku ialah Allah, agamaku ialah Islam dan Nabiku Muhammad saw.’ Setelah mengajarkan itu barulah orang tadi berpaling ". Riwayat dari tabi’in ini ada disebutkan juga oleh Hafidz dalam At-Takhlis dan beliau berdiam diri mengenai hal itu.
Imam Thabarani meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Umamah yang kata- nya sebagai berikut:
“Jika salah seorang diantara saudaramu meninggal dunia, dan kuburnya telah kamu ratakan, maka hendaklah salah seorang diantaramu berdiri dekat kepala kubur itu dan mengatakan: ‘Hai Anu anak si Anu! Karena sebenar- nya ia (si mayit) bisa mendengarnya tetapi tidak dapat menjawab. Lalu hendaklah dipanggilnya lagi; Hai Anu anak si Anu! Maka mayit itu akan duduk lurus. Lalu dipanggilnya lagi; Hai Anu anak si Anu! Maka ia (si mayit) akan menjawab; Ajarilah kami ini! Hanya kamu (orang-orang yang masih hidup) tidak menyadarinya. Maka hendaklah diajarinya (sebagai berikut): ‘Ingatlah apa yang kaubawa sebagai bekal tatkala meninggalkan dunia ini, yaitu mengakui bahwa tiada Tuhan, melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu hamba dan utusan-Nya, dan bahwa engkau telah meridhoi Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi dan Al-Qur’an sebagai Imam’. Maka Munkar dan Nakir akan saling memegang tangan sahabatnya dan mengatakan: Ayolah kita berangkat! Apa perlunya klita menunggu orang yang diajari jawabannya yang benar ini! Seorang lelaki bertanya: Ya Rasulallah, bagaimana kalau ibunya tidak dikenal? Ujarnya (Nabi saw.) ‘Hubungkan saja dengan neneknya Hawa dan katakan; Hai Anu anak Hawa ‘ “.
Berkata Hafidz dalam At-Talkhish: ‘Isnad hadits itu baik dan dikuatkan oleh Dhiya’ dalam buku Ahkam-nya. Dan pada sanadnya terdapat: ‘Ashim bin Abdullah, seorang yang lemah. Berkata Haritsani setelah mengemukakan hadits di atas ini: ‘Pada sanadnya terdapat sejumlah orang yang tidak saya kenal’. Sedangkan kata Imam Nawawi: ‘Hadits ini walaupun lemah, tapi dapat diterima’!
Para ulama hadits dan lain-lain telah menyetujui sikap yang luwes dalam menerima hadits-hadits mengenai keutamaan-keutamaan, anjuran-anjuran dan ancaman-ancaman. Apalagi ia telah dikuatkan oleh keterangan-keterang an lain seperti hadits yang lalu; ‘..Dan mohonlah agar hatinya dikuatkan’ (hadits yang diterima dari Usman bin Affan diriwayatkan oleh Abu Dawud dan oleh Hakim yang menyatakan sahnya, juga oleh Al Bazzar). Dan wasiat dari ‘Amar bin Ash, sedang keduanya merupakan keterangan yang sah. Dan hal ini (talqin) tetap dilakukan oleh penduduk Syria dari masa ‘Amr itu hingga sekarang.
Ada juga yang memakruhkan (tidak mengafirkan atau membid’ahkan sesat) talqin ini diantaranya sebagian golongan Maliki dan sebagian golongan Hanbali.

lebih mudahnya, maka saya anjurkan bagi pembaca yang ingin tahu mendetail mengenai dalil-dalil dan wejangan para ulama pakar tentang pembolehan talqin ini bisa membaca buku yang berjudul Argumentasi Ulama Syafi’iyah oleh Ust.H.Mujiburrahman atau langsung merujuk kitab-kitab ulama yang disebutkan dibuku itu.
Diantara ulama-ulama yang membolehkan talqin ialah Imam Nawawi dalam kitabnya Majmu’ Syarah Muhazzab 5/303 dan kitabnya Al-Azkar hal.206 didalam kitab ini disebutkan juga nama ulama salaf yang membolehkan talqin; Syaikh Dr. Wahbah Zuhaily dalam kitabnya Al-Fighul Islami 11/536; Syaikh Yusuf Ardubeli dalam kitabnya Al-Anwar 1/124; Syaikh Khatib Syarbini dalam kitabnya Al-Iqna’/183; Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj 3/207; Imam Ramli dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj 3/40. Dan masih ada lagi ulama pakar lainnya yang membolehkan tallqin ini, tidak lain semuanya merupakan Fadha’ilul A’mal amalan-amalan yang mengandung keutamaan yang terdiri dari do’a-do’a dan dzikir .
Dengan demikian amalan Talqin sudah dikenal dan diamalkan oleh para salaf serta ulama-ulama pakar dari zaman dahulu. Bagi orang yang tidak mau mengamalkan hal ini karena mengikuti wejangan ulamanya itu silah- kan karena hal ini bukan amalan wajib, tapi janganlah mencela, mensesat- kan, mengharamkan sampai-sampai berani mensyirikkan orang yang mau mengamalkan talqin ini, karena mereka ini juga mengikuti wejangan ulama- nya. Hati-hatilah!! Ingat hadits-hadits Rasulallah saw. yang telah dikemuka- kan, bagaimana hukumnya orang yang mengafirkan saudaranya mulsim!
Sekalipun ada golongan yang mengatakan hadits-hadits mengenai talqin di atas adalah lemah atau tidak ada sama sekali tidak ada halangan untuk mengamalkan amalan-amalan yang mengandung keutamaan yang terdiri dari do’a-do’a dan dzikir. Sebagaimana kaidah yang dikenal para ulama hadits diantaranya Ibnu Hajr dalam kitab Fathul Mubin:32 yang mengatakan: ‘Sesungguhnya para ulama sepakat bahwa hadits lemah boleh dipakai/di amalkan pada Fadha’ilul ‘Amal (amal-amal yang mengandung keutamaan)’.
Mari kita lanjutkan lagi dalil-dalil bahwa manusia yang telah wafat dapat berdo’a dan melihat amalan para kerabatnya yang masih hidup didunia.
Firman Allah swt. dalam At-Taubah: 105: “Dan katakanlah (hai Muhammad); Hendaklah kalian berbuat. Allah dan Rasul-Nya serta kaum Mu’minin akan melihat perbuatan/pekerjaaan kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada-Nya yang Maha Mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata, lalu oleh-Nya kalian akan diberitahukan apa yang telah kalian perbuat/kerjakan”.
Sekaitan dengan makna ayat di atas ini, ada beberapa hadits Nabi yang menerangkan bahwa semua perbuatan kaum Mu’minin akan dihadapkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. dan kepada sanak-keluarga dan kaum kerabat yang telah wafat. Mereka yang telah meninggal itu akan bersedih hati bila kerabat mereka yang didunia melakukan amalan-amalan yang dilarang oleh Allah swt., sehingga mereka berdo’a pada Allah swt. agar kerabatnya yang didunia mendapat hidayah dari Allah sebelum mereka wafat. Mereka juga akan merasa bahagia bila mendengar amalan-amalan baik dari kerabatnya yang didunia.
Ibnu Mas’ud ra menuturkan, bahwa Rasulallah saw. telah menyatakan:

“Hidupku didunia adalah suatu kebaikan bagi kalian. Bila aku telah wafat, maka wafatku pun kebaikan bagi kalian. Amal perbuatan kalian akan diperlihatkan kepadaku. Jika aku melihat sesuatu baik, kupanjatkan puji syukur kehadirat Allah, dan jika aku melihat sesuatu yang buruk aku mohonkan ampunan kepada-Nya bagi kalian”.
Hadits yang diriwayatkan Ibnu Jarir dari Abu Hurairah ra., sebagai berikut :

“Sesungguhnya perbuatanmu akan dihadapkan pada kaum kerabatmu yang telah meninggal. Jika dilihatnya baik, maka mereka akan gembira, dan jika dilihatnya jelek, mereka akan kecewa”. (Riwayat Ibnu Jarir dari Abu Hurairah)
Ibnu Katsir juga menerangkan bahwa amal perbuatan orang-orang yang masih hidup diperlihatkan kepada sanak-keluarga dan kaum kerabat yang telah wafat, dialam barzakh. Kemudian ia mengetengahkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud At-Thayalaisi, berasal dari Jabir ra. yang menuturkan, bahwasanya Rasulallah saw. telah menegaskan:
“Amal perbuatan kalian akan diperlihatkan kepada sanak-keluarga dan kaum kerabat (yang telah wafat). Jika amal kalian itu baik mereka menyambutnya dengan gembira. Jika sebaliknya mereka berdo’a; ‘Ya Allah berilah mereka ilham agar berbuat baik dan ta’at kepada-Mu’ “.
Selanjutnya Ibnu Katsir mengetengahkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berasal dari Anas bin Malik ra. yang menuturkan bahwa Rasulallah saw. pernah menyatakan:“Sesungguhnya amal perbuatanmu akan dihadapkan kepada kaum kerabat dan keluargamu yang telah meninggal. Jika baik, mereka akan gembira karenanya, dan jika tidak mereka akan memohon: ‘Ya Allah, janganlah mereka diwafatkan sebelum mereka Engkau tunjuki, sebagaimana Engkau telah menunjuki kami’“.(Riwayat Ahmad dan Turmudzi dari Anas)

Begitu juga masih banyak hadits yang serupa tapi versinya berbeda. Tidak lain semuanya menunjukkan bahwa rahmat dan karunia Allah ta’ala tidak ada batasnya. Jika kita tidak mempercayai kehidupan selain di alam dunia saja, seperti yang disebutkan oleh ayat-ayat Ilahi dan hadits-hadits Nabi saw. serta tidak mau tahu hal-hal ghaib maka kita bukan tergolong sebagai orang yang beriman. Allah sendiri menerangkan bahwa urusan ruh tersebut adalah urusan Allah swt.(Al-Israa: 85), karena ilmu manusia yang sangat minim ini sangatlah sulit untuk menjangkau hal-hal yang ghaib, kecuali orang-orang pilihan yang diberi ilmu oleh Allah swt. untuk mengetahuinya.
Mungkin golongan pengingkar akan mengatakan sebagaimana kebiasaan mereka bahwa hadits-hadits yang telah dikemukakan semuanya tidak dapat dipercaya, bukan hadits shohih! Baiklah, tetapi apakah mereka ini dapat membuktikan atas dasar kesaksiannya sendiri bahwa hadits itu bohong atau tidak shohih? Tidak lain mereka ini akan mengemukakan hadits atau wejangan menurut pandangan ulama mereka mengenai masalah di atas. Apakah mereka hendak memaksakan dan mewajibkan kepada orang lain supaya mempercayai atau mengikuti ulama mereka mengenai ‘kebenar- annya hadits atau wejangan ulamanya ’? Renungkanlah!
Banyak sekali contoh pada zaman modern ini yang kita lihat dan dengar sendiri tentang kejadian yang menakjubkan tapi tidak semua yang terjadi tersebut terjangkau oleh setiap akal manusia. Begitu juga ayat-ayat Ilahi yang menerangkan kejadian-kejadian yang semuanya masih diluar jangkau an akal manusia, seperti kejadian pada zaman Nabi Sulaiman as. yang tercantum didalam surat An-Naml; 38-40, kejadian para pemuda yang berada di gua Kahfi (Al-Kahfi: 9-12), juga mengenai orang yang dimatikan oleh Allah swt. selama seratus tahun kemudian dihidupkannya kembali (Al-Baqarah: 259) dan masih banyak ayat-ayat lainnya yang tidak terjangkau dengan akal manusia. Semua kisah ini adalah firman Ilahi yang harus kita imani/percayai walaupun belum bisa terjangkau dengan akal manusia kecuali mereka yang telah diberikan ilmu oleh Allah swt. Wallahu a'lam .










Tidak ada komentar:

Posting Komentar