Senin, 09 Desember 2013

Mengagungkan Nabi Muhammad saw.


  • Mengagungkan Nabi Muhammad saw.

Sebenarnya kami tidak perlu mengutip atau mengumpulkan dalil-dalil lagi tentang kewajiban ummat muslimin untuk mengagungkan Nabi Muhammad saw. karena didalam keterangan-keterangan mengenai faham Wahabi/Salafi, Bid’ah, tawassul/tabarruk dan Maulidin Nabi saw. dibuku ini saja sudah jelas bagi kita bahwa pengagungan pada Rasulallah saw. dan hamba-hamba yang sholeh itu termasuk anjuran agama dan bukan sebagai penyembahan atau perbuatan berlebihan. Tetapi selama masih ada kata-kata yang sering kita dengar dari saudara-saudara muslimin yang melarang untuk mengagungkan Nabi saw. sampai-sampai ada yang mensyirikkannya, dengan adanya pikiran-pikiran dangkal semacam itu maka tidak ada salah- nya kami mengutip dan mengumpulkan dalil-dalilnya serta pendapat ulama yang berkaitan dengan pengagungan/penghormatan terhadap beliau saw..
Pengagungan/penghormatan tinggi kita pada Rasulallah saw. oleh golongan pengingkar dianggap sebagai penyembahan pada beliau saw.. Mereka melarang ini berdalil pada sabda Nabi saw. sebagai berikut:
“Janganlah kalian mengagung-agungkan diriku seperti kaum Nasrani mengagung-agungkan ‘Isa putra Maryam’ “.
Dengan beralasan hadits di atas ini mereka menganggap mengagungkan beliau saw. merupakan sikap ghuluw (berlebih-lebihan) yang dapat mem- bawa orang kepada perbuatan syirik. Juga mereka berpendapat bahwa menyanjung beliau saw. lebih tinggi dari manusia yang lain, dan memandang beliau saw. mempunyai kelebihan-kelebihan lebih dari manusia biasa itu ada lah bid’ah keagamaan dan perbuatan yang menyalahi sunnah beliau saw..
Pengertian serta pemikiran mereka seperti itu adalah sangat naif sekali. Kalau kita teliti hadits di atas tersebut yang dilarang oleh Rasulallah saw. yaitu orang yang mengagungkan beliau saw.seperti orang Nasrani yang mengagungkan nabi ‘Isa as. Pengagungan orang-orang Nasrani terhadap nabi ‘Isa as. adalah melampui batas yang mana mereka menganggap bahwa nabi ‘Isa itu anak Tuhan apalagi orang-orang Katolik disamping menganggap nabi ‘Isa anak Tuhan juga beliau sebagai Tuhan dibumi/didunia. Pengagung- an seperti inilah yang dilarang oleh agama agama Islam dan dianggap syirik karena menyekutukan Allah swt..
Sedangkan orang yang mengagungkan Rasulallah saw. dengan cara yang tidak melampaui batas kedudukan beliau sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya yang paling mulia dan taqwa serta tidak disertai kepercayaan seperti kaum Nasrani, maka cara itu tidak bertentangan dengan Tauhid, malah diperintahkan oleh Allah swt. untuk menghormat dan mengagungkan beliau saw.. Mari kita rujuk firman-firman Allah swt. untuk Rasulallah saw. berikut ini

 Mari kita rujuk firman-firman Allah swt. untuk Rasulallah saw. berikut ini:
Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Nabi Muhammad saw.) mengagungkannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersamanya (yakni Al-Qur’an) mereka itulah orang-orang yang memperoleh keberuntungan”. (S.Al-A’raf: 157)
 Firman-Nya juga:“Sesungguhnya Aku bersama kamu, jikalau kamu benar-benar mendirikan sholat, menunaikan zakat, beriman terhadap para Rasul-Ku, mengagungkan mereka dan kamu memberikan pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Aku akan bebaskan daripadamu sebagian dosa-dosa ke- salahanmu dan Aku akan masukkan kamu kedalam surga yang dibawah- nya mengalir sungai-sungai’”.
.
Menurut tafsir Qurtubi jilid 6 halaman 151, arti daripada ‘azzartumuuhum’ adalah ‘memuliakan atau mengagungkan mereka’. Jadi memuliakan para Rasul termasuk salah satu amalan yang dapat mendatangkan maghfirah/ampunan dan menurunkan rahmat. Terbukti dalam ayat di atas bahwa mereka yang mengagungkan dan memuliakan para Rasul akan diampunkan sebagian dosanya dan akan dimasukkan kedalam surga. Apalagi kalau yang kita agungkan dan muliakan itu adalah Asyroful Anbiya wal Mursalin (yang paling mulia antara para nabi dan Rasul) yakni junjungan kita Nabi besar Muhammad saw.
 Allah swt. berfirman:“Demikianlah (perintah Allah) dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah (lambang kebesaran) Allah, itu sesungguhnya (timbul) dari hati yang takwa” (S. Al-Hajj: 32)
Tidak diragukan lagi Rasulallah saw. dengan kenabian dan ke Rasulannya, dengan segala mu’jizat termasuk mu’jizat yang terbesar yaitu Al-Qur’an yang dikaruniakan Allah kepada beliau saw. adalah lambang kebenaran dan kebesaran (syi’ar) serta lambang kekuasaan Allah swt. Memuliakan syi’ar Allah ini adalah bukti dari hati yang bertakwa kepada Allah swt.

 Dalam firman Allah swt. :“Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan apa yang mulia disisi Allah, itulah yang terbaik baginya disisi Tuhannya”. (Al-Haj: 30)
Rasulallah saw. adalah yang paling mulia dan taqwa dari semua makhluk Ilahi. Begitu juga para ahli taqwa termasuk juga makhluk yang mulia disisi Allah swt.
 Allah swt. berfirman:Shalawat Allah swt. pada ayat di atas menurut ahli tafsir berarti pujian Allah swt. terhadap Nabi saw., pernyataan kemuliaannya, serta maksud meninggikan dan mendekatkannya. Dan orang-orang beriman disuruh juga bershalawat (memuji/meninggikannya) dan bersalam pada beliau saw.
Firman Allah swt. agar manusia bersikap sopan dan hormat dalam bercakap-cakap dengan beliau saw. atau tidak memanggil beliau saw. sebagaimana memanggil sesama kita “Hai orang-orang yang beriman, janganlah mengeraskan suara kalian lebih tinggi dari suara Nabi”. (Al-Hujurat: 2)
 Juga firman-Nya sebagai berikut:“Janganlah kalian memanggil Rasul sebagaimana kalian memanggil satu sama lain diantara kalian”. (An-Nur: 63)
 Firman-Nya juga:“Orang-orang yang memanggil-manggilmu (hai Muhammad) dari luar kamar mu, mereka itu kebanyakan tidak mengerti”. (Al-Hujurat: 4)
 Allah swt. memuji budi pekerti Nabi saw dan kita juga dianjurkan mengagungkan beliau saw.:
Laqod kaana lakum fii Rasuulillahi uswatun hasanatun liman kaana yarjuullaha wal yaumil aakhira wa dzakarallahu katsirann.
“Sesungguhnya pada diri Rasulallah itu menjadi contoh utama bagi orang-orang yang mengharapkan keridhaan Allah dan hari akhirat serta banyak mengingat Allah”. (Al-Ahzab: 21)

 Firman-Nya sebagai berikut:“Dan sungguhlah bahwa engkau (hai Muhammad) berbudipekerti luhur”. (Al-Qalam: 4)
 Firman-Nya lagi:“Sungguhlah Kami telah mengutusmu (hai Muhammad)sebagai saksi, sebagai pembawa kabar gembira dan sebagai pemberi peringatan, maka hendaklah kalian (manusia) beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, memperkuat (agama) dan mengagungkan nya”. (Al-Fath: 8-9)
 Firman-Nya:“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan (rouufun) lagi penyayang (rohimun) terhadap orang-orang mu’min”. (At-Taubah: 128)
Ayat-ayat di atas ini bisa kita tarik kesimpulan bahwa Allah swt. memuji budi pekerti Rasulallah saw. dan siapa yang selalu memuji dan mengagungkan beliau saw. berarti dia termasuk orang yang beriman yang cinta dan mengharapkan ridho Allah swt. dan Rasul-Nya serta termasuk orang ahli takwa.
Dengan adanya firman-firman Allah yang telah dikemukakan tadi, maka dengan jelas bahwa Allah swt. sendiri dan para malaikat memuji dan meng- agungkan beliau saw. dan orang yang beriman disuruh mengagungkan, memberi salam pada beliau saw.. Allah swt. melarang kita memperlakukan beliau saw. dengan perlakuan yang biasa kita berikan kepada sesama kita atau memanggil nama beliau dengan cara seperti memanggil teman kita sendiri. Dengan semuanya ini menunjukkan bahwa pribadi serta kedudukan Rasulallah saw. adalah sangat tinggi sekali yang pantas dipuji dan diagung-agungkan dan bukan termasuk sebagai perbuatan ghuluw! Perintah sholawat pada ayat Allah ini dan firman-firmanNya yang lain menurut ulama tetap berlaku walau pun Rasulallah saw. sudah wafat.
Disamping itu banyak firman Allah swt. yang menyifatkan Rasul-Nya sebagai sifat-Nya (Haalim, Kariim, Roufur Rahiim dan sebagainya). Tapi sifat-Nya yang disifatkan kepada para Rasul-Nya ini mempunyai makna majazi/kiasan, sedangkan sifat yang ada pada Allah swt. adalah sifat yang hakiki/sebenar- nya. Jadi pada saat Allah swt. berfirman Dialah yang mempunyai sifat Rahiim, Haliim, Roufur Rahiim, Ghofuur, Qawi, Nashiir, Waliyyan dan sebagainya itu, maka Rasulallah saw. dan para Rasul lainnya atas izin-Nya termasuk didalamnya (baca keterangan dihalaman sebelum ini pada bab Apakah Al-Qur’an hanya bisa diartikan secara tekstual dan literal). Begitu juga dalam riwayat yang telah dimukakan bahwa para sahabat memohon hujan dengan tawassul kepada Abbas bin Abdul Muttalib. Sewaktu orang-orang dianugerahi hujan, mereka berebut untuk menyentuhi Abbas dan mengatakan: 'Selamat atasmu wahai Penurun hujan untuk Haramain'. Para sahabat mengerti dan mengetahui bahwa Penurun hujan sebenarnya adalah Allah swt. sedangkan Abbas ra. Penurun hujan secara kiasan. Dan tidak ada seorang pun dari para sahabat mengatakan bahwa itu ghuluw dan bisa menjerumuskan orang kepada kesyirikan!!
Jadi apa salahnya kalau kita memuji dan mengagungkan pribadi beliau saw. dengan menyebut beliau saw. sebagai penolong, pengampunkan dosa dan sebagainya yang mana Allah swt. sendiri telah memerintahkan para sahabat- nya untuk datang kepada beliau saw. agar Rasulallah saw. memohonkan ampun kepada Allah swt. untuk para sahabat ini (An-Nisaa:64)?. Hal tersebut masih dilakukan oleh sahabat beliau saw. setelah wafatnya. (baca bab tawassul/tabarruk). Sudah tentu semua orang tahu bahwa bukan Rasulallah saw. yang bisa mengampunkan dosa para sahabat, tetapi dengan perantaraan beliau saw. dosa para sahabat yang bersangkutan itu diampunkan oleh Allah swt. Dengan demikian Rasulallah saw. bisa dijuluki secara kiasan sebagai Pengampunkan dosa.
Itulah juga yang dimaksud oleh pengarang-pengarang kitab  Burdah, Barzanji, Dhiba’ dan lain-lain yang ditulis oleh penyair dan ulama terkenal ini yang sebagian besar isinya memuliakan, mengagungkan Allah swt. dan Rasulallah saw. serta mensifati beliau saw. secara kiasan sebagai Penolong, Pengampunkan dosa dan lain sebagainya? Sudah tentu para ulama itu sadar dan yakin serta mengetahui bahwa pemuliaan, pengagungan dan pensifatan terhadap Rasulallah saw. sebagai hamba Allah (Makhluk) tidak setaraf dengan pemuliaan, pengagungan dan pensifatan kita terhadap Allah swt. sebagai Pencipta (Al-Khalik). Bila ada pikiran yang memandang secara hakiki/sebenarnya makhluk setaraf dengan Sang Pencipta itulah baru dikatakan syirik! Apakah mungkin para ulama dan penyair yang terkenal itu menulis kitab yang mengandung atau berbau kekufuran, kesyirikan? Sudah tentu tidak mungkin! Apakah hanya ulama golongan pengingkar saja yang paling mengetahui, paling pandai dan paling hati-hati dalam syari’at Islam? Sudah tentu tidak!!
Yang lebih aneh, golongan pengingkar ini mempercayai riwayat-riwayat yang telah kami kemukakan yang berkaitan dengan Tajsim/penjasmanian dan Tasybih/penyerupaan Allah swt. kepada Makhluk-Nya, umpamanya Allah swt. mempunyai tangan, jari kelingking, kaki, nafas dan lain sebagainya secara hakiki/sebenarnya hanya kita dilarang membayangkan-Nya!. Mereka melarang orang menta’wil atau mengartikan maknanya yang sesuai dengan sifat ke Mahaagungan dan ke Mahasucian-Nya. Padahal riwayat-riwayat itu jelas berlawanan dengan ayat-ayat Ilahi yang artinya, ‘Tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya’.(QS [42]):11); ‘Tiada Ia tercapai oleh penglihatan mata’ . (QS [6]: 103); ‘Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan’ (QS [37]: 159) dan ayat-ayat lain yang serupa..(baca bab 2 paham golongan Wahabi/Salafi dibuku ini). Disatu sisi mereka melarang orang mengagung- kan Rasulallah saw. karena hal itu sebagai perbuatan berlebih-lebihan yang dilarang oleh agama walau pun jelas banyak ayat Ilahi yang memerintah- kannya tetapi disisi lain mereka sendiri mempercayai Tajsim dan Tasybih Allah swt. kepada makhluk-Nya secara hakiki, yang mana hal ini sudah jelas dilarang oleh Allah swt.! Ini pikiran yang sangat aneh sekali!!

  • Syair-syair untuk Nabi saw.dan para sahabat


Pada zaman Nabi saw. terdapat banyak penyair yang terkenal dan hebat datang kepada Rasulallah saw. dan mempersembahkan kepada beliau berhalaman-halaman syair yang memuji dan mengagungkan beliau saw.. Ini dibuktikan dengan banyaknya syair yang dikutip di dalam Sirah Ibnu Hisham, al-Waqidi dan lain-lain. Penyair-penyair tekenal mengagung-agungkan Rasulallah saw dihadapan beliau dan para sahabat, tidak dilarang oleh Rasulallah saw. dan tidak ada para sahabat yang mencela atau mengatakan hal tersebut berlebih-lebihan (ghuluw) dan sebagainya.
Rasulallah saw. amat menyenangi syair yang indah seperti yang diriwayat- kan Bukhari didalam al-Adab al-mufrad dan kitab-kitab lain. Rasulallah saw. bersabda: "Terdapat hikmah didalam syair". Paman Nabi saw. Al-'Abbas mengarang syair memuji kelahiran Nabi saw. diantara bait terjemahannya sebagai berikut: ‘Dikala dikau dilahirkan, bumi bersinar terang hingga nyaris-nyaris pasak-pasak bumi tidak mampu untuk menanggung cahayamu, dan kami dapat terus melangkah lantaran karena sinar dan cahaya dan jalan yang terpimpin’ (Imam as-Suyuti dalam Husn al-Maqsid: 5 dan Ibnu Katsir dalam kitab Maulid: 30 dan juga didalam kitab Ibnu Hajar, Fath al-Bari).

Ibnu Katsir menerangkan didalam kitabnya bahwa para sahabat ada me- riwayatkan bahwa Nabi saw. memuji nama dan nasabnya serta membaca syair mengenai diri beliau semasa peperangan Hunain untuk menambah semangat para sahabat dan menakutkan para musuh. Pada hari itu beliau saw berkata: ‘Aku adalah Rasulallah! Ini bukanlah dusta. Aku anak 'Abdal–Muttalib!’ Beliau saw. juga sering berkata:Akulah ashabul-yamin yang terkemuka (dalam Dala’ilun Nubuwwah:5 , .....Akulah khairussabiqin (dalam Syarhul Mawahib 1:62) ....dan akulah anak Adam yang paling bertakwa dan paling mulia di sisi Allah dan aku tidak sombong....” (HR. At-Thabrani dan Al-Baihaqi didalam Dala’ilun Nubuwwah),
Sabda beliau saw.:“Saya adalah sayyid (orang yang paling mulia) anak Adam di hari Kiamat nanti’ (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi) atau sabda beliau saw.:‘Aku adalah sayyid semua manusia di hari kiamat’ (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim).
Riwayat Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi hadits dari Abu Hurairah ra: Nabi saw bersabda: ”Aku adalah penghulu putra Adam pada hari kiamat, dan aku adalah orang pertama yang keluar dari kubur (jasadnya), dan aku adalah orang pertama pemberi syafa’at dan orang pertama diberi syafa’at”.
Sedangkan dalam redaksi Tirmidzi disebutkan: “Aku adalah penghulu putra Adam pada hari kiamat di tanganku terdapat Liwaaul Hamdi/panji pujian dan aku tidak sombong.Tidak seorang Nabi pun pada hari itu baik Adam dan yang lainnya terkecuali dibawah naungan panji-panjiku dan aku adalah orang pertama yang keluar dari kubur dan aku tidak sombong”.
Masih banyak lagi kata-kata beliau saw. untuk dirinya. Kalau pujian-pujian ini semuanya dilarang maka tidak akan diucapkan dari lisan orang yang paling taqwa dan mulia Rasulallah saw. serta dari lisan para sahabat yang ditujukan kepada beliau saw.
Hadits-hadits yang mengemukakan bahwa Rasulallah saw. sendiri yang menerangkan betapa mulia dan tingginya kedudukan beliau saw. disisi Allah swt., itu tidak lain agar kita kaum muslimin sadar dan dapat membedakan serta mengakui bahwa Allah swt. memberi kedudukan Rasulallah saw.paling tinggi dan mulia daripada makhluk-makhluk Allah lainnya, dan sabda beliau tersebut sesuai dengan firman Ilahi untuk beliau saw. Dengan demikian kita tidak boleh menyamakan kedudukan dan kemuliaan beliau saw. dengan manusia biasa!
Hasan bin Tsabit ia mendendangkan syair yang bunyinya antara lain: ‘Anda lah (Rasulallah saw.) makhluk suci pilihan Allah... Andalah seorang Nabi dan keturunan terbaik Adam, keagungannya bagaikan ombak samudra..dan seterusnya’. Hasan bin Tsabit ra. sering melagukan dan membacakan syair-syairnya di depan Sayyidul Mursalin Muhammad saw. dan didepan para sahabat beliau. Tidak ada satupun yang mencela atau mengatakan berlebih-lebihan (ghuluw)! Tertera di batu nisan Hasan ibnu Tsabit beliau menulis mengenai Nabi saw.:
“Bagiku tiada siapa dapat mencari kesalahan didalam diriku, Aku hanya seorang yang telah hilang segala derita rasa, Aku tidak akan berhenti dari pada memujinya (nabi saw.), karena hanya dengan itu mungkin aku akan kekal didalam syurga bersama-sama 'Yang Terpilih', yang daripadanya aku mengharapkan syafa’at, dan untuk hari itu, aku kerahkan seluruh tenagaku kearah itu”.
Menurut riwayat yang berasal dari Abu Bakar Ibnul Anbari, ketika Ka’ab bin Zuhair dalam mendendangkan syair pujiannya sampai kepada sanjungan bahwa beliau saw. adalah sinar cahaya yang menerangi dunia dan beliau laksana pedang Allah yang ampuh terhunus. Sebagai tanda kegembiraan beliau saw., maka beliau menanggalkan kain burdahnya (kain penutup punggung) dan diberikan pada Ka’ab. Mu’awiyyah bin Abi Sufyan pada masa kekuasaannya berusaha membeli burdah itu dari Ka’ab dengan harga sepuluh ribu dirham, tetapi Ka’ab menolaknya. Setelah Ka’ab wafat, Mu’awiy yah membeli burdah pusaka Nabi saw. itu dari ahli waris Ka’ab dengan harga dua puluh ribu dirham.
Banyak sekali hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat Nabi saw. tentang bagaimana mereka memuliakan dan mengagungkan Nabi saw. seperti Amr bin ‘Ash, Anas bin Malik, Usamah bin Syarik dan lain-lain. Semua pujian dan syair-syair ini tidak dilarang oleh beliau saw.! http://www.sunnah.org/publication/malay/maulid.htm - topJuga syair-syair tersebut boleh dilagukan dan diiringi dengan bermain gendang.
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa menurut riwayat 'Aisyah Nabi saw. telah membenarkannya untuk mengundang dua orang perempuan menyanyi pada hari Raya. Beliau saw. memberitahu Abu Bakar, "Biarkan mereka menyanyi karena untuk setiap ummat ada hari rayanya dan ini adalah hari raya kita" [HR. Bukhori dan Muslim].
Didalam kitab Madarij al-salikin, Ibnu Qayyim menulis bahwa Nabi saw. memberi izin untuk menyanyi pada hari perkawinan dan membenarkan syair dipersembahkan untuk beliau saw.. Beliau mendengar Anas dan para sahabat memujinya dan membaca syair ketika beliau saw. sedang menggali parit semasa peperangan Khandaq dan mereka pernah berkata," Kamilah yang telah memberi bai'ah kepada Muhammad untuk berjihad selama kami hidup."
Ibnu Qayyim juga telah menceritakan mengenai 'Abdullah ibnu Rawaha membaca syair yang panjang memuji-muji Nabi Muhammad saw. semasa penaklukan kota Makkah, dan Nabi pun berdo’a untuk beliau ra. Rasulallah saw. juga pernah mendo’akan untuk Hasan ibnu Tsabit agar Allah senantiasa memberi bantuan kepadanya dengan ruh suci (the holy spirit) selama beliau memuji-muji Nabi saw. melalui syairnya. Nabi juga pernah meminta Aswad bin Sarih untuk mengarang syair memuji-muji Allah dan beliau saw. Nabi saw. pernah meminta seseorang untuk membaca syair puji-pujian yang memuat seratus halaman yang dikarang oleh Umayya ibnu Abi Halh.

Menurut Ibnu Qayyim lagi, 'Aisyah ra selalu membaca syair memuji baginda saw. dan beliau amat menyenanginya." Ditulis juga oleh Ibnu Qayyim di dalam kitabnya, Allah memberi keizinan kepada Nabi saw. agar membaca Al-Qur’an dengan berlagu. Pada suatu hari Abu Musa al-Ash'ari sedang membaca Al-Qur’an dengan berlagu dan suara yang merdu dan ketika itu Nabi saw. sedang mendengar bacaan beliau .
Setelah beliau selesai mengaji, Nabi saw. mengucapkan tahniah kepada beliau karena bacaan beliau yang begitu merdu dan Nabi saw. bersabda: ‘Engkau mempunyai suara yang merdu’ beliau saw. bersabda lagi bahwa: ‘Abu Musa al-Ash'ari telah dikurniakan Allah 'Mizmar' (seruling) diantara mizmar-mizmar Nabi Daud’. Abu Musa pun berkata, ‘Ya Rasulallah jika aku tahu yang engkau sedang mendengarkan bacaanku niscaya aku akan membaca dengan suara yang lebih merdu dan lagu yang lebih enak lagi yang engkau belum pernah dengar lag’.
Ibnu Qayyim menulis lagi, Nabi saw. bersabda: ”Hiasilah al-Qur’an dengan suara kamu’, dan siapa-siapa yang tidak melagukan al-Qur’an bukanlah dari kalangan kami." Ibnu Qayyim mengatakan juga: ‘Untuk menyenangi suara yang merdu adalah dibenarkan seperti juga kita menyenangi pemandangan yang indah, gunung-gunung, alam semesta ataupun harum-haruman dan wangi-wangian ataupun hidangan yang lezat selama semua itu tidak melanggar batas-batas syari’at’.
Seorang ahli hadits, Ibnu 'Abbad telah memberikan fatwa tentang hadits Rasulallah saw. berikut ini: “Seorang wanita telah datang menemui Nabi di waktu beliau saw. baru pulang dari medan peperangan, dan wanita itu pun berkata; ‘Ya Rasulallah, aku telah bernadzar jika sekiranya, Allah meng- hantarkan engkau kembali dalam keadaan selamat, aku akan bermain gendang disebelahmu.’ Nabi pun bersabda; ‘Tunaikanlah nadzarmu’ ." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Imam Ahmad)
Lihat hadits terakhir di atas yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang cukup terkenal bahwa Rasulallah saw. mengizinkan wanita tersebut untuk melaksanakan nadrnya yaitu bermain gendang sebelah Rasulallah saw.. Bilamana hal tersebut dilarang maka akan dilarang pula oleh beliau saw., walau pun hal itu sebagai nadr. Karena nadr tidak boleh dilaksanakan bila bertentangan dengan syari’at Islam.
Kalau kita baca riwayat-riwayat di atas mengenai syair-syair pengagungan, permainan gendang dengan niat yang baik dihadapan Rasulallah saw. dan para sahabatnya itu dibolehkan dan malah beliau saw. gembira dan mendo’a kan serta memberi hadiah pada para penyair tersebut. Alasan apa orang menyalahkan dan mengharamkan pembacaan syair atau qosidah-qosidah pujian juga pada majlis peringatan agama untuk Rasulallah saw. atau untuk para ahli takwa lainnya sambil di-iringi dengan suara gendang agar lebih menarik bagi pendengarnya? Mereka semua mempunyai niat yang baik untuk membaca, mendengar syair, qosidah pujian-pujian itu serta semuanya ini tidak bertentangan dengan syari’at Islam! Bila menulis, membacakan dan melagukan syair pujian itu, permainan gendang haram, haram pula lah perkara-perkara yang telah disebutkan dalam hadits-hadits Rasulallah saw..

Rasulallah saw. khususnya dan para sahabat adalah para tokoh Salaf Sholeh, mengapa golongan pengingkar yang mengaku madzhab dan peng- ikut Salaf Sholeh justru melarangnya?

  • Mencampur aduk antara Ta’dhim/pengagungan/penghormatan dan ’Ibadah


Masalah perbedaan Ta’dhim dan Ibadah ini sudah dikemukakan sebelumnya, disini kami tambahkan sedikit karena masih banyak orang yang keliru memahami kata ta’dhim (penghormatan atau pengagungan tinggi) dan kata ‘ibadah. Kekeliruan ini mengakibatkan pencampur-adukan antara dua kata tersebut sehingga mereka mudah menarik kesimpulan bahwa pengagungan berarti penyembah- an .Berdasarkan pengertian yang salah ini mereka berpendapat bahwa bersikap khidmat dan bersikap rendah diri dimuka makam beliau saw. ini dianggap juga sebagai sikap berlebih-lebihan (ghuluw) yang dapat menyeret orang pada sesembahan selain Allah swt. Demikian juga mencium tangan orang-orang yang shalih/wali atau adat istiadat dan tradisi yang berlaku dikalangan masyarakat Jawa yang tiap hari Raya pada umumnya orang Jawa juga yang beragama Islam mereka berjongkok (bersungkem) didepan ayah ibunya masing masing semuanya itu oleh orang yang bepengertian salah di anggap merupakan sikap yang berlebih-lebihan dan perbuatan mungkar/haram yang harus diberantas.
Sebenarnya semuanya itu sama sekali tidak bisa diartikan penyembahan dan tidak terlintas sama sekali dalam hati dan pikiran mereka bahwa mereka itu menyembah pada orang-orang sholeh/wali yang dicium tangannya atau berjongkok didepan ayah bundanya sebagai Tuhan! Tidak lain semuanya itu disebut ta’dhim (pengagungan dan penghormatan tinggi).
Sama halnya kalau kita ber-rukuk, bersujud didepan bangunan Ka’bah bukan berarti bahwa kita menyembah Ka’bah tapi yang kita sembah adalah Allah swt.. Bila ada orang yang mempunyai pikiran bahwa bersujud dihadapan bangunan Ka’bah sebagai penyembahan maka dia bukan termasuk orang yang beriman! Jadi yang penting disini adalah keyakinan kita terhadap orang (obyek) yang diagungkan atau dihormati tersebut.
Kita semua mengetahui bahwa yang tidak boleh dilakukan ialah bila orang memandang Rasulallah saw., para ahli waliyullah serta orang-orang sholih memiliki sifat-sifat Rububiyyah (ketuhanan) secara hakiki/sebenarnya dan mengagung-agungkan mereka sebagai Tuhan! Inilah yang dilarang oleh syariat Islam. Selama kita masih menyakini bahwa beliau saw. adalah manusia yang paling mulia diantara makhluk-makhluk Ilahi dan dimuliakan serta dipuji-puji oleh Allah swt., begitu pun juga para ahli taqwa termasuk makhluk Ilahi yang mulia, maka itu sama sekali tidak menyalahi syariat dan sunnah!
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya mengenai sujudnya Malaikat terhadap nabi Adam as. dan sujud saudara-saudara Nabi Yusuf as. terhadap nabi Yusuf as. (QS Al-Isra’: 61-62 dan Surat Yusuf: 100). Ahli tafsir bersepakat bahwa arti sujud didua ayat tersebut bukanlah sujud penyembah- an tapi sujud penghormatan, pengagungan dan pemuliaan kepada Nabi Adam as. dan Nabi Yusuf as. Allah swt. sendiri malah memerintahkan para malaikat-Nya menghormati dan memuliakan Adam as dengan cara bersujud pada Adam as. Juga Dia berfirman dalam kitab-Nya bahwa saudara-saudara Nabi Yusuf bersujud pada Nabi Yusuf as. tanpa dicela oleh Allah swt. perbuatan mereka itu.
Jadi kalau sujudnya para malaikat kepada Adam as yang diperintahkan oleh Allah swt. itu tidak harus berarti menyembah atau mempertuhankan sesuatu, hanya sebagai penghormatan atau pengagungan saja pada seseorang. Bagaimana sebagian saudara kita muslimin berani melontarkan kata-kata bahwa orang yang sekedar cium tangan sebagai penghormatan pada orang-orang wali dan shalih atau berdiri khidmat didepan makam Rasulallah saw. atau para ahli takwa, membaca syair-syair untuk pemuliaan serta peng- agungan terhadap Nabi saw. yang paling mulia diantara makhluk-makhluk Allah swt. baik yang dilangit mau pun di bumi dan para ahli takwa di pandang sebagai penyembahan, dimungkarkan serta disyirikkan? Tidak lain golongan pengingkar ini tidak bisa membedakan antara Ta’dhim dan ‘Ibadah!
Mengapa mereka tidak mengecam sujudnya para malaikat terhadap Adam as. dan sujudnya saudara-saudara Yusuf as. terhadap Nabi Yusuf as sebagai perbuatan sesat, berlebih-lebihan (ghuluw) atau syirik juga, padahal inti dan maknanya toh sama yaitu sujud tersebut untuk penghormatan dan pemuliaan? Apakah mungkin Allah swt. akan memerintahkan para malaikat-Nya sujud pada Adam as sebagai penyembahan bukan sebagai penghormat an saja? Tentu Tidak Mungkin, karena penyembahan selain kepada Allah swt. adalah perbuatan syirik, sedangkan syirik adalah amalan yang dibenci oleh Allah swt.!
Lebih heran lagi ada golongan pengingkar yang menyebut Rasulallah saw. hanya dengan nama beliau saja, misalnya: ‘Muhammad mengatakan begini dan begitu…’ melarang dan mensesatkan orang yang menyebut Nabi saw. dengan sayyidina atau maulana Muhammad saw. (untuk lebih mendetail baca bab Bid’ah dibuku ini). Tapi mereka sendiri bila menyebut seorang pejabat tinggi pemerintahan, seorang Raja atau menteri baik yang masih hidup atau sudah wafat selalu menggunakan kata-kata Yang mulia, Bapak, Pengagungan terhadap mereka dan lain sebagainya. Seolah-olah dihati mereka tidak terdapat sama sekali perasaan wajib menghormati seorang Nabi dan Rasulallah yang di imani dan ditaatinya serta diperintahkan oleh Allah swt untuk menghormati dan tidak memanggil Rasulallah saw. sebagaimana memanggil satu sama lain diantara kalian. Dengan sikap demikian itu mereka seakan-akan juga menempatkan Rasulallah saw. dibawah martabat para Raja dan pejabat pemerintahan! Kami berlidung pada Allah swt. dalam hal ini.


  • Rasulallah saw. bukan manusia biasa tetapi Insan Kaamil (manusia sempurna)
Makalah-makalah dibuku ini sudah cukup jelas sebagai bukti bahwa Nabi saw. adalah bukan manusia biasa tapi beliau adalah manusia sempurna (Insan Kaamil). Walau pun demikian masih ada saja golongan pengingkar yang mengatakan bahwa Rasulallah saw. adalah manusi biasa seperti kita kita ini, bedanya hanya beliau saw. menerima wahyu dari Allah swt.. Mereka dengan berdalil pada firman Allah sebagai berikut: “Katakanlah, sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kamu. Hanya saja kepadaku disampaikan wahyu.” (QS. 18:110). Berdasarkan ayat ini dan ditambah ayat-ayat senada, misalnya; “Katakan: ‘Mahasuci Tuhanku. Bukankah aku hanya seorang manusia yang diutus?”. Golongan ini percaya bahwa Nabi Muhammad saw. adalah manusia biasa seperti manusia lainnya, oleh karena itu golongan ini menganggap mengagungkan dan memuji Rasulallah saw. merupakan sikap berlebih-lebihan (ghuluw) dan pengkultusan yang tidak perlu serta dapat membawa orang kepada perbuatan syirik.
Mereka menafsirkan firman Allah swt. di atas secara tekstual. Jika kita telusuri dengan seksama semua ayat-ayat ilahi dibuku ini atau buku lainnya yang menyinggung tentang Nabi saw. atau yang berkenaan dengan Nabi saw, maka dengan yakin kita akan menganut pandangan ulama-ulama pakar yang menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw. memang bukan manusia biasa tapi Insan Kaamil. Beliau saw. adalah manusia utama, “superman” yang telah berhasil melewati tingkat umum manusia dan mencapai derajat keutamaan yang tiada taranya.
Apa yang dimaksud ayat Ilahi di atas bahwa Rasulallah saw. adalah manusia (basyar), seperti manusia lainnya? Apakah maksudnya bahwa kedudukan beliau saw. di hadapan Allah sama dengan manusia lainnya?
Kami kira golongan pengingkar pemujian/pengagungan kepada Rasulallah saw. pun tidak membenarkan anggapan seperti ini. Mereka juga yakin bahwa Rasulallah saw. adalah seorang Rasul dan memiliki kedudukan yang sangat khusus di sisi Allah. Kita coba mengkajinya, bagaimana kita harus menyikapi Rasulallah saw.? Disatu sisi, beliau adalah Nabi dan Rasul dengan kemuliaan yang tiada tara dan kedudukan beliau saw. dalam al-Qur’an sungguh luar biasa, tapi disisi lain al-Qur’an menegaskan bahwa ia juga adalah manusia seperti kita. Terdapat puluhan ayat didalam al-Qur’an yang memuji Rasulallah saw., apakah dalam bentuk pujian langsung atau dalam bentuk penyebutan sifat-sifat terpuji yang dimiliki Nabi seperti yang telah kami kemukakan sebelumnya. Beberapa contoh lagi mengenai keagungan Rasulallah saw. yang tidak dimiliki oleh manusia biasa adalah sebagai berikut:
 Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kw. berkata: ‘Setiap kali Allah swt. mengutus seorang nabi, mulai dari Nabi Adam sampai seterusnya, maka kepada nabi-nabi itu Allah swt. menuntut janji setia mereka bahwa jika nanti Rasulallah saw. diutus, mereka akan beriman padanya, membelanya dan mengambil janji setia dari kaumnya untuk melakukan hal yang sama’.
 Sebagaimana yang difirmankan Allah swt. dalam surat Aal- Imran: 81:

“Dan ketika Allah mengambil janji dari para nabi: ‘Aku telah berikan kepada kalian al-kitab dan al-hikmah, maka ketika Rasul itu (Muhammad saw.) datang kepada kalian, yang membenarkan apa yang ada pada kalian, kalian benar-benar harus beriman kepadanya dan membelanya.” Dia (Allah) berkata: ’Apakah kalian menerima dan berjanji akan memenuhi perintah-Ku ini’? Mereka berkata:‘Ya, kami berjanji untuk melakukan itu’. Dia berkata: ‘Kalau begitu persaksikanlah dan Aku menjadi saksi bersama kalian’ “.
 Al-Qur’an menjelaskan bahwa para penganut Ahlul-Kitab tahu betul tentang kedatangan Rasulallah saw. sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Bahkan mereka saling memberi kabar gembira tentang kedatangannya itu (QS. 2: 89,146).
 Dan itu pula yang dimohonkan Nabi Ibrahim as. dalam do'anya:
“Tuhan kami, utuslah pada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri (Muhammad) yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan mereka al-kitab dan al-hikmah, dan menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”. (QS. 2:129).
 Rasulallah saw. ditetapkan sebagai perantara (wasilah) antara dirinya dengan manusia. Bahkan merupakan salah satu syarat terkabulnya do’a. Firman Allah swt.:“Kami tidak utus seorang Rasul kecuali untuk ditaati, dengan seizin Allah. Dan seandainya mereka mendatangimu ketika mereka berbuat dosa, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun buat mereka, pastilah mereka dapati Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih”. (QS. 4:64).
 Bahkan sebagai perantara tawassul kepada Rasulallah saw. ini sudah dilakukan para nabi dan orang-orang sholeh jauh sebelum kelahiran beliau saw. (baca bab Tawassul dibuku ini). Kita dapat membaca riwayat yang mengatakan bahwa Adam dan Hawa telah bertawassul kepada Rasulallah saw. saat mereka berdua dikeluarkan dari surga. Dikisahkan bahwa tatkala Nabi Adam as dikeluarkan dari surga, ia memohon ampun kepada Allah atas perbuatannya.
Dari sekian ayat yang telah kami kemukakan didalam bab ini tidak dapat disangkal bahwa Rasulallah saw bukan manusia biasa, dalam arti bahwa kedudukannya paling mulia di sisi Allah swt.. Ia telah diciptakan Allah swt. sebelum menciptakan yang lainnya. Rasulallah saw. telah dipersiapkan membawa amanat-Nya jauh sebelum utusan-utusan lainnya. Bahkan utusan-utusan itu diperintahkan untuk mengimaninya dan mengabarkan kepada umat manusia tentang kedatangannya. Rasulallah saw. ditetapkan sebagai perantara antara manusia dengan Tuhan, dan sebagainya. Akan tetapi semua ini tidak harus membuat kita menempatkan beliau saw. sebagai anak Tuhan atau Tuhan dibumi/didunia, bukan dari golongan manusia, seperti yang dilakukan kaum Nasrani terhadap Nabi ‘Isa as.

Rasulallah saw. tetap manusia sebagaimana manusia lainnya, sebagaimana isyarat al-Qur’an dalam beberapa ayatnya di atas. Pada diri Rasulallah saw. terdapat segala sesuatu yang ada pada manusia, yakni dimensi biologis manusia. Karena itu Rasulallah saw. makan, minum, sakit, tidur, berdagang, berkeluarga, senang, sedih, dan sebagainya, seperti umumnya manusia. Al-Qur’an sengaja menegaskan bahwa Rasulallah saw. adalah manusia/basyar seperti manusia lainnya untuk membantah penolakan kaum musyrikin terhadap Rasulallah saw. bahwa ia bukan dari golongan malaikat atau paling tidak bekerjasama dengan malaikat (QS. 25:7) dan juga mengingatkan kaum Muslimin supaya tidak membuat kesalahan seperti yang dilakukan kaum Nasrani terhadap Nabi ‘Isa as yang menganggapnya sebagai anak Tuhan atau Tuhan dibumi! Akan tetapi ketika kita mengatakan bahwa Rasulallah saw. adalah manusia biasa seperti manusia lainnya tidak berarti bahwa kita harus menganggap beliau salah, keliru, melanggar, atau berakhirlah segalanya sesudah beliau saw. wafat. Sama sekali tidak demikian.
Kesucian, keterpeliharaan dari dosa ma’sum hidup abadi bersama Allah sesudah kematian atau kemampuan berhubungan dengan-Nya sesudah kematian adalah perkara ruhani yang dapat saja dicapai oleh manusia mana pun jika ia telah mencapai kedudukan ruhani yang tinggi, apalagi dengan ruhani Rasulallah saw. yang paling mulia dari segala orang yang bertaqwa.
Allah swt. memang menciptakan manusia dari unsur tanah, yang menghasil- kan dimensi biologisnya, akan tetapi pada manusia, Allah swt. ciptakan juga unsur lainnya, yakni ruh Allah swt. yang justru dapat membuat manusia lebih tinggi dari makhluk mana pun, termasuk malaikat karena melalui ruh itu manusia mampu mengatasi unsur biologisnya. Oleh karena itulah mengapa malaikat dan jin atau Iblis diperintahkan untuk sujud (penghormatan tinggi) kepada Adam atau manusia. Itulah pula mengapa Nabi Muhammad saw. dapat menembus Sidratul-Muntaha (waktu peristiwa Isra Mi’raj), sementara Jibril as akan hangus terbakar jika berani mencoba melangkah- kan kaki meski un hanya setapak. Padahal Jibril adalah penghulu para malaikat. Tidak lain karena Nabi Muhammad saw. telah mencapai derajat kesempurnaan mutlak insani (Insan Kaamil).
Kesalahan terbesar golongan yang menolak mengakui kesempurnaan Rasul saw. dan menolak memujinya, bahkan menganggap pelakunya sebagai ber- tindak berlebih-lebihan dan kultus yang diharamkan! Golongan ini tidak lain melihat Rasulallah saw. dengan kacamata materi. Mereka hanya melihat Rasulallah saw. sebagai makhluk biologis. Mereka lupa bahwa manusia memiliki dimensi yang jauh lebih tinggi dari sekadar dimensi biologis atau fisik. Bahkan dimensi ruhani merupakan jati diri manusia yang sesungguh- nya. Melihat seorang hanya dari dimensi biologisnya adalah logika orang-orang kafir, bukan logika orang-orang beriman. Orang-orang kafir menolak mengakuinya sebagai Nabi atau Rasul dengan alasan bahwa para utusan Allah itu hanya manusia seperti mereka.
Sebagaimana firman Allah swt.: “Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi orang-orang (kafir) untuk beriman tatkala datang kepada mereka petunjuk kecuali perkataan mereka: ‘Apakah Allah mengutus Rasul dari golongan manusia?’ ”.(QS. 17:94). Tapi orang-orang beriman berkata: “Kami mengimaninya. Semuanya dari sisi Tuhan kami”. (QS. 3:7).
Berdasarkan beberapa ayat yang telah dikemukakan ini tentang keagungan Rasulallah saw. dan lain sebagainya, kita dapat melihat betapa Allah swt. menuntut kita untuk menghormati dan mengagungkan Rasul-Nya. Coba perhatikan ayat shalawat. Adakah perintah yang sama dengan perintah shalawat, selain shalawat kepada Rasulallah saw.? Tidak ada! Ayat sholawat ini didahului dengan pernyataan bahwa Allah dan malaikat-Nya telah melaku kannya terlebih dahulu, oleh karena itu kitapun diperintahkan untuk melaku- kannya.
Perintah itu berarti kita harus selalu melihat Rasulallah saw. dengan penuh ta’dhim (hormat) dan agar kita selalu membalas jasa-jasanya. Oleh karena itu pula, Rasulallah saw. selalu mengingatkan bahwa orang yang tidak mau bershalawat kepadanya adalah bakhil atau kikir. Bahkan orang yang datang ke tanah suci tapi tidak mampir ke Madinah untuk berziarah kepada beliau saw. telah memutus hubungan silatur-rahmi dengannya.
Pada ayat tawassul (QS 4:64) di atas kita bahkan diperingatkan oleh Allah swt. jika ingin dosa-dosa kita diampuni oleh-Nya harus bertawassul kepada beliau saw. Jika tidak, Allah tidak akan mengabulkan permohonan ampun kita. Allah juga mengingatkan agar kita tidak memperlakukan beliau saw. sama dengan kita, sebab hal itu dapat menghapus pahala amal ibadah kita (QS. 49:2-3). Selain itu, kita juga diperingatkan untuk tidak menganggap apa yang dilakukan atau diucapkan beliau saw. lahir karena emosi atau hawa nafsunya. Tapi semuanya atas bimbingan Allah yang menjaga beliau saw. dari dosa dan kesalahan serta menjadikan manusia yang sempurna. “Ia (Muhammad) tidak bertutur kata atas dasar hawa nafsunya, melainkan berdasarkan wahyu yang diterimanya”. (QS. 53:3-4). Namun demikan, beliau tetap manusia biasa seperti manusia lainnya, dalam secara biologis tidak ada perbedaan antara Rasulallah saw. dengan yang lain.
Mari kita baca peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulallah saw. di bawah ini. Abdullah bin Amr berkata: “Aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari Rasulallah saw., aku bermaksud menghafalnya. Tapi orang-orang Quraisy melarangku dan mereka berkata: ‘Engkau menulis segala sesuatu yang engkau dengar dari Rasulallah saw.? Padahal beliau hanyalah seorang manusia yang berbicara saat marah dan senang’. Aku berhenti menulis. Tetapi kemudian aku ceritakan hal itu kepada Rasulallah saw. Beliau kemudian menunjuk kepada mulutnya dan berkata: ‘Tulis saja! Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya tidak ada yang keluar dari sini (sambil menunjuk mulut beliau saw.) kecuali kebenaran’ “!!
Dengan banyaknya riwayat tentang Nabi saw., tidak ada alasan orang untuk melarang, memunkarkan atau mengatakan perbuatan berlebih-lebihan bila kita sering mengagungkan beliau saw. atau mengatakan bahwa beliau saw. adalah manusia yang sempurna!!
Ada sementara orang yang mengarang-ngarang sendiri sambil mengatakan bahwa penghormatan, pengagungan pada Rasulallah saw., dibolehkan kalau beliau saw. masih hidup, tetapi kalau Rasulallah saw. sudah wafat, maka tidak boleh. Alasan ini tidak berdasarkan nash dan tidak tepat, karena pujian dan perintah Allah swt. yang tercantum pada ayat Al-Ahzab:56, al-Haj 30- 32, Al-Hujuraat 2 dan lain-lainnya itu tetap berlaku, begitu juga tawassul/tabarruk (baca bab tawassul/tabarruk) setelah wafatnya beliau saw. diamal- kan juga oleh para sahabat, para salaf (orang-orang terdahulu) dan para khalaf (orang-orang belakangan) serta ulama-ulama pakar lainnya sepanjang zaman. Kalau hal tersebut menyalahi syari’at, sudah tentu diketahui oleh para sahabat, para salaf dan para ulama-ulama itu dan tidak mungkin juga akan dilakukan oleh mereka.
Dengan demikian, yang mengagungkan dan memerintahkan kita untuk mengagungkan Rasulallah saw. adalah Allah swt. sendiri, bukan kita! Kita hanya mengikuti perintah dan ajaran-Nya saja. Lalu mengapa kita harus menentang Allah dan Rasul-Nya hanya karena takut jatuh dalam hantu “kultus” yang kita ciptakan dan karang-karang sendiri?
Sebenarnya ini semua bukan kultus; karena kultus ialah melebih-lebihkan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Pengagungan Rasulallah saw. justru mendudukkan posisi Rasulallah saw. sebagaimana mestinya, seperti yang di perintahkan Al-Qur’an. Justru jika kita tidak melakukan itu, dikhawatirkan telah mendzalimi beliau. Ingat firman Allah swt.: “Sesungguhnya orang-orang yang menggangu Allah dan Rasul-Nya dikutuk oleh Allah di dunia maupun di akhirat dan Allah siapkan baginya siksa yang menghinakannya”. (QS. 33:57).
Sudah tentu kita semua sadar, yakin dan mengetahui bahwa pemuliaan dan pengagungan terhadap Rasulallah saw. sebagai hamba Allah (Makhluk) tidak setaraf dengan pemuliaan dan pengagungan kita terhadap Allah swt. sebagai Pencipta (Al-Khalik). Bila ada pikiran yang memandang makhluk setaraf dengan Khalik itulah baru dikatakan syirik!
Disamping ayat-ayat yang telah kami kemukakan sebelumnya, mari kita teruskan firman Allah dan riwayat yang menunjukkan bahwa Rasulallah saw.bukan manusia biasa tapi manusia Kaamil (sempurna) berikut ini.
 Penciptaan Nabi saw.lebih dahulu daripada Nabi Adam as. hanya beliau saw. masih dalam wujud “nur” atau cahaya. Ketika Allah menciptakan Adam, Ia menitipkan nur itu pada sulbi Adam as yang kemudian berpindah-pindah dari satu sulbi ke sulbi yang lain hingga sulbi Abdullah, ayah Nabi.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Jabir bin ‘Abdullah al-Anshari ra. bahwasanya dia pernah bertanya kepada nabi saw.; “Demi ayah dan ibuku, ya Rasulallah, beritahukanlah padaku tentang suatu yang di ciptakan Allah sebelum segala sesuatu yang lain. Jawab beliau saw.; ‘Wahai Jabir, sesungguhnya Allah sebelum menciptakan segala sesuatu yang lain, telah menciptakan Nur Nabimu, Muhammad dari Nur-Nya’”. Dan hadits dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi saw. telah bersabda: “Aku adalah yang pertama diantara para Nabi dalam penciptaan, namun yang terakhir dalam kerasulan…”.
 Ibnu Abbas meriwayatkan, Rasulallah saw bersabda: “Allah telah men-ciptakanku dalam wujud nur yang bersemayam di bawah ‘arasy dua belas ribu tahun sebelum menciptakan Adam as. Maka ketika Allah menciptakan Adam, Ia meletakkan nur itu pada sulbi Adam. Nur itu berpindah dari sulbi ke sulbi; dan kami baru berpisah setelah ‘Abdul Muthalib. Aku ke sulbi ‘Abdullah dan ‘Ali ke sulbi Abu Thalib”.
 Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa sulbi-sulbi orang-orang suci. Ini berarti bahwa orang-tua dan nenek-moyang Rasulallah sampai ke Nabi Adam as. dalam Istilah al-Qur’anal- Sajidîn orang-orang patuh. Sebagaimana firman-Nya: “Dan bertawakallah kepada Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Yang melihatmu saat engkau bangun dan perpindah- anmu dari sulbi kesulbi orang-orang patuh”. (QS. 26:217-219).
 Rasulallah saw. adalah manusia suci, tidak pernah berbuat dosa (ma’sum). Namun demikian, ia tetap manusia biasa seperti manusia lainnya, dalam secara biologis tidak ada perbedaan antara Rasulallah saw. dengan yang lain. Allah berfirman dalam Al-Ahzab:33: “Sesungguhnya yang di ke- hendaki Allah ialah menjauhkan kamu wahai Ahlul Bait dari segala kotoran dan mensucikan kamu sesuci-sucinya”.
 Rasulallah saw. adalah teladan yang sempurna, uswatun hasanah (QS.33:21). Oleh karenanya; “Apapun yang dibawanya harus kamu terima dan apa pun yang dilarangnya harus kamu jauhi.” (QS. 59:7)
 Dibukakan rahasia kegaiban kepada Rasulallah saw. sebagaimana firman Allah swt.; “Tuhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan mem- bukakan kegaibannya itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki”. (QS. 72: 26-27). Tentu saja Rasulallah saw. berada di urutan paling atas di antara para Rasul, beliau penghulu dari semua Nabi dan Rasul yang menerima anugrah utama ini.
 Allah memuji Rasulallah saw. dengan berbagai pujian, karena keluhuran akhlaknya (QS. 68:4); kepeduliannya dan kasih sayangnya kepada umat manusia (QS. 9:128) dan pengorbanan diri, tidak mementingkan diri demi kebahagiaan orang lain (QS. 20:2-3). Selain itu Allah swt. memberi perhatian yang khusus kepada Nabi Muhammad saw jika ada sedikit saja “masalah” yang dihadapinya (QS. 93:1-3 & QS 94:1-4).
 Siapa saja yang berhadapan dengan Rasulallah saw. maka berhadapan dengan Allah swt.. Sebaliknya, siapa saja yang membelanya, Allah berada di belakangnya (QS. 9:61).

 Orang-orang beriman diperintahkan untuk tidak memperlakukan Rasul- Allah saw. sebagaimana perlakuan mereka terhadap sesama mereka. Jika berbicara kepada Rasulallah saw. harus dengan suara yang pelan, tidak boleh teriak-teriak, karena hal itu akan meng- hapus pahala amal mereka (QS. 49:2-3).
 Allah akan melakukan apa saja demi menyenangkan hati Rasulallah saw.: “Dan Tuhanmu akan memberimu sehingga membuatmu senang” (QS. 93:5). Ayat ini menunjukkan betapa Allah swt. amat mencintai Rasul-Nya. Ia akan memberikan apa saja yang di inginkan Rasulallah saw. dan akan melakukan apa saja demi menyenangkan hati Rasulallah saw. Dan salah satu anugerah Allah swt. yang paling besar kepada Rasulallah saw. ialah wewenang memberi syafa’at kepada umatnya yang berdosa. Bukan saja di akhirat, tapi juga di dunia, yaitu dalam bentuk pengabulan do’a yang di sampaikan oleh Rasulallah saw. untuk umatnya, baik ketika Rasulallah saw. masih hidup mau pun sesudah wafatnya (baca bab Tawassul/Tabarruk).
Dari sekian ayat dan hadits yang kita baca di atas apakah masih kita sangkal atau ragukan lagi bahwa Rasulallah saw. bukan manusia biasa melainkan manusia sempurna (Insan Kaamil), dalam arti bahwa kedudukannya paling tinggi dan mulia di sisi Allah swt.? Akan tetapi semua ini, sekali lagi, tidak harus membuat kita memposisikan beliau saw. sebagai anak Tuhan atau Tuhan dibumi/didunia, bukan dari golongan manusia, seperti yang dilakukan kaum Nasrani terhadap Nabi ‘Isa as.
Insya Allah dengan kutipan dalil-dalil di atas yang berkaitan dengan Maulid/ hari kelahiran beliau saw. ini atau berkaitan dengan pribadi junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. sebagai manusia sempurna/insan Kaamil yang diciptakan Allah swt. para pembaca bisa menilai sendiri apakah semuanya ini perbuatan berlebih-lebihan sebagaimana yang dikultuskan oleh golongan pengingkar atau memang perintah Ilahi untuk mengagungkan beliau saw.?

Semoga Allah swt. memberi hidayah dan taufiq kepada kita semua. Amin

1 komentar:

  1. Welcome to the best casino app for PC & Mobile - JT Hub
    This 김해 출장샵 app includes 이천 출장안마 instant withdrawal and 속초 출장안마 quick deposits 과천 출장샵 of money to your device using the instant cash withdrawal method. This 안산 출장마사지 will be your

    BalasHapus